Mencari Jodoh atau Dipertemukan Jodoh?

 Sebagai orang yang merasakan betapa misterinya urusan perjodohan ini, saya memilih bukan keduanya. Bagi saya membuka diri itu kunci menemukan jodoh.

Well, setelah tiga bulan menikah, akhirnya baru punya kesempatan menuliskan ini. Saya masih ingat dengan jelas, tahun lalu saat pertama kali bertemu dengan calon suami, saya tidak percaya bahwa kami akan segera menikah. Saya merasa dalam beberapa hal dia terlalu sempurna, terlebih lagi setelah pertemuan itu orang-orang jadi kepo tentang saya. Saya tidak suka orang-orang meremehkan latar belakang saya. Jujur setelah ketemu itu malah jadi insecure separah-parahnya. Padahal masa pengenalan tiga bulan sebelumnya meskipun masih bertanya-tanya, ya baik-baik saja.

Balik lagi soal membuka diri, saya bertemu dengan suami karena memang waktu itu kami sama-sama siap bertemu dan membuka diri untuk sebuah hubungan baru. Suami saya waktu itu baru beberapa bulan menyelesaikan pengabdian sebagai bikkhu dan membuka diri saat ditawarkan oleh seorang teman untuk berkenalan dengan saya. Saya memang membuka diri untuk sebuah hubungan serius setelah patah hati berkali-kali sejak beberapa bulan sebelumnya. Bagi dia mungkin kayak gambling aja kenalan dengan saya, dia sendiri tidak terlalu bertanya banyak tentang latar belakang saya waktu itu. Sedangkan bagi saya juga seperti, yaudah sih gak ada salahnya, toh pasti akan mundur lagi.  

Foto setahun lalu, saat baru ketemu, so awkward.


Saat itu saya sudah melalui beberapa kali kenalan dengan para laki-laki seiman sebelumnya dan akhirnya tidak cocok karena berbagai alasan (yang sebenarnya tak pernah disebutkan). Saya yang sebelumnya adem ayem urusan jodoh di usia 20an akhir tiba-tiba menghadapi kenyataan, cara pandang saya tak menarik pada para laki-laki seusia saya. Saya selalu percaya diri bahwa jaman ini laki-laki lebih mempertimbangkan urusan kecocokan dan nyambung dalam topik tertentu, serta mempertimbangkan keterbukaan pemikiran perempuan in the first place. Selama ini saya tidak banyak belajar cara menjadi perempuan fake dengan urusan mempercantik diri. Malahan sibuk belajar ngeblog lah, nulis lah, wara-wiri kegiatan komunitas lah, baca ini itu yang tak pernah masuk dalam kriteria pencarian pasangan.

Saya selalu yakin semua perempuan cantik dengan kemurnian hatinya masing-masing. Saya tidak merasa ada kekurangan pada wajah saya, meskipun postur tubuh tidak ideal. Dan setelah kenalan dengan suami, ia juga bilang wajah saya di foto social media tampak tua. Dia gak ngerti gambar yang dipajang itu padahal udah versi paling bagus setelah diambil belasan kali. Saya juga belum memiliki sumber ekonomi yang secure, dan sangat jauh dari kondisi siap untuk diajak sharing KPR bareng. Saya juga tidak menyadari, posisi jabatan orang tua itu juga jadi sumber mendatangkan jodoh. Tapi masalah sebenarnya adalah, keluarga saya menkondisikan anak-anak dan cucu menjadi introvert.

Seperti pada keluarga konservatif kebanyakan, saya dan semua saudara-saudara perempuan dibatasi bermain dengan laki-laki sejak kecil. Hal ini menimbulkan masalah dalam urusan mengenal laki-laki di usia sebelum menikah. Intinya kadang dengan cara didik seperti itu dan sering diingatkan jangan ini-itu dengan cara yang kurang tepat menjdikan pertimbangan buat menerima calon pacar sangat banyak. Terlebih lagi saat remaja kadang merasa benar-benar pengen jadi invisible buat dilihat lawan jenis, karena selalu dipesan jangan pacaran dulu sebelum lulus sekolah. Saya rasa hal-hal seperti itu jadi kebawa terus dalam kehidupan seterusnya. Dan saya sendiri juga baru-baru ini menyadari hal seperti itu.

Lalu setelah anak-anak lulus sekolah tinggi, mereka diminta membawakan calon pasangan untuk menghadap orang tua. Dan menjadi kesetresan dan kegagapan tersendiri melalui ini, karena kemudian orang-orang jadi sibuk mencari pasangan. Tentunya dalam posisi ini banyak yang jadi hilang akal dan jadi tidak selektif dalam memilih pasangan. Juga terlalu banyak pengorbanan.

Padahal ketemu jodoh itu gak seribet itu, gak perlu membuat diri tampak ini dan itu. Kalau memang di circle sudah tak tampak ada calon-calon yang menarik, bagi saya tidak ada salahnya untuk memberitahu orang-orang bahwa kita terbuka untuk dikenalkan dengan seseorang. Tapi ya jangan berharap akan kemudian cocok dengan hanya kenalan dengan satu orang. Jangan juga lantas benar-benar tidak move on hanya karena patah hati dengan satu orang. Karena jodoh itu tidak mencari atau menemukan. Dia hadir di saat kita memang siap menerima, menerima diri sendiri dan menerima orang lain dalam kehidupan kita.

 

Komentar

Postingan Populer