Mengapa menikah harus memadamkan mimpi?

Tak terasa hari ini sudah memulai penghujung tahun 2023 saja. Selama 11 bulan terakhir pikiran saya terlalu sibuk, karena terlalu banyak waktu luang. Mencoba menyibukkan diri, tapi tetap saja luang. Pendek kata saya berpikir scientist mungkin bukan bidang saya.



Setidaknya sepuluh tahun terakhir saya mengira saya bisa mencapai keinginan saya sejak lulus kuliah, kerja tapi mikir. Disaat orang-orang hanya punya keinginan kerja santai tapi duit banyak, ngapain pengen mikir? Ya maksudnya punya kerjaan yang gak cuma menjalani rutinitas aja jatuhnya. Karena di awal saya bekerja sudah pernah merasakan boringnya kerja cuma karena menjalani rutinitas. Di sisi lain kebutuhan-kebutuhan sudah pasti terpenuhi walaupun gaji gak tinggi, kerjaan aman karena yang penting project diperpanjang pasti bakal tetap bisa kerja. Cuma ya, jiwa saya meronta-ronta dan tanya mulu tantangannya manaa?

Tapi ya selepas itu sebenarnya kerja yang sesuai harapan, ya kerja, ya mikir, ya duitnya lumayan juga, tapi kok cuma pendek-pendek jangka waktunya. Capeknya pas apply project lagi, wawancara lagi, belajar lagi, eh pas udah goal project baru masih kurang banyak updatenya, eh lagi asik-asiknya belajar udah kelar abis itu projectnya, lelah mental hayati. Waktu itu ya kepikirannya, udah deh jadi peneliti aja yang pasti mikir, cuma ya untuk mencapai ini ternyata perlu sekolah lanjutan lah, pas sekolah lanjutan ternyata gak sesuai ekspektasi. Ya, pendeknya seperti itu. 

Belakangan kepikiran ya udah lah, saya harus ambil kesempatan yang ada, ambil rencana kerja yang sesuai harapan orang tua dan keluarga. Toh saat ini belum punya pandangan juga kedepan mau ngapain habis lulus, dan belum yakin bisa lulus atau tidaknya. Cuma yang sedang mengganggu adalah kata-kata keluarga, "... ya biar kamu segera lebih fokus lagi memikirkan dirimu." Punya cita-cita yang berbeda ternyata dianggap tidak serius memikirkan hidup.

Balik lagi soal menikah harus memadamkan mimpi, sepertinya ini nyata adanya. Sehabis lulus kuliah kemarin saya tak pernah berhenti belajar, benar-benar mempersiapkan untuk hal yang saya inginkan. Tapi ketika saya benar-benar belajar dalam artian ambil master kini, saya merasa tidak mendapat dukungan siapa-siapa. Ya sedih sih, seperti yang saya bilang diatas, saya dianggap gak serius memikirkan keluarga. Pasangan sebenarnya dukung-dukung aja sih saya mau sekolah, cuma kadang dalam pergaulan banyak yang ngomong serupa dan bikin suami sering goyah juga. Jadi yah cukup bikin mikir juga.

Dulu sering mikir gitu ya, yah saya ini bisa deh multitasking, ya ngurus keluarga, ya pengen berkembang, ya mandiri secara finansial. Cuma kadang susah juga ternyata image wanita menikah itu tetaplah cuma ngurus suami. 


Ditulis akhir tahun lalu, dan baru dipost.

Komentar

Postingan Populer