Cara Survive dalam Melalui Masa Berkabung

 Dulu saya gak percaya, nenek melalui hari-hari bersedih hampir sepuluh tahun setelah kepergian kakekku.

Setelah mengalami sendiri pasca-kepergian bapak, aku baru paham orang bisa melalui masa berkabung sepanjang ini. Saya melaluinya lebih dari sepuluh tahun, sungguh saya hanya manusia biasa yang penuh kemelekatan. Waktu sepanjang itu benar-benar sangat menguras semua energi dan perasaan. Hari ini seorang teman memposting konten soal how to deal with grieving period, saya baru ingat ayahnya meninggal awal tahun lalu. Saya cukup dekat dengan teman ini, pernah satu project bareng dan mempunyai banyak kemiripan nasib saat ini. Saya cukup paham bagaimana melalui ini di tahun-tahun pertama, sulit, sungguh sulit.

source: https://biblicalcounselingcenter.org/good-grief-you-can-have-life-after-loss/

Berikut ini cara saya survive melalui masa berkabung, bukan cara yang paling ampuh, tapi paling tidak ini cukup membantu mengalihkan energi-energi menjadi lebih bermanfaat.

1.      Membuat Catatan

Saya tipikal melankolis dan sangat peka dengan hal-hal yang terjadi di sekitar. Emosi saya bisa segera terpancing, tetapi juga cepat mereda, bisa dikatakan moody. Saya juga mudah sedih dengan hal-hal tidak menyenangkan yang melibatkan orang-orang di sekitar saya, hal ini juga membuat saya sering overthinking sejak dini. Orang tidak mudah menghadapi saya dengan sifat yang merepotkan seperti ini, tapi bapak sangat peka dengan sifat saya satu ini. Ketika bapak tidak ada, saya kehilangan perhatian-perhatian kecil tersebut dan merasa tidak punya lagi seseorang yang bisa mendengarkan sebaik bapak.

Di awal-awal saya kehilangan bapak, saya ingat sekali, untuk meluapkan apa yang saya rasakan setiap hari, saya menulis apa saja dalam jurnal dan catatan di potongan-potongan kertas. Saya menulis semua hal yang tak mampu saya tampung dan ingin saya adukan kepada bapak. Lalu saya akan menempelnya di sembarang tempat, di sekitar ruang tidur saya.

Dua tahun awal sangat membantu, terutama karena saya waktu itu kesulitan bercerita tentang hari-hari sedih kepada keluarga yang merasakan sama-sama kehilangan.

 

2.      Mencari Support System

Bapak pergi Ketika saya menjelang semester lima di perguruan tinggi. Saya yang tidak pernah dibekali dengan skill mencari uang saat itu merasa sangat bersedih. Saya yang seharusnya sudah cukup dewasa untuk mandiri, tetapi kenyataannya sama sekali tidak dapat membantu Ibu.

Kesedihan saya buka lagi hanya kehilangan, tetapi juga telah menjadi beban keluarga. Tetapi syukurnya saat itu saya aktif di organisasi mahasiswa yang menjadi distraksi saya mengatasi itu. Saya mengasah diri belajar menulis dan berorganisasi. Sehari-hari dipenuhi kesibukan kampus dan organisasi benar-benar bisa mengalihkan perhatian saya.

Sesekali juga senior meminta bantuan untuk menjadi note-taker pada pelatihan ataupun diskusi. Seorang teman yang kebetulan dipercaya mengelola rubrik majalah juga beberapa kali menawari saya untuk menulis artikel. Penghasilannya saat itu tidak seberapa, tapi setidaknya menemukan support system yang tepat membuat saya lebih percaya diri menghadapi hari-hari tanpa bapak.

 

3.      Membantu Orang Lain

Tiga tahun setelah kepergian bapak, adik lulus dari sekolah menengah, seorang sepupu juga telah lulus sekolah menengah. Entah ide gila darimana, saya menawarkan sepupu ini untuk mengambil kuliah saja di Bali. Waktu itu saya sendiri yang memberikan janji-janji busuk pada orang tuanya dengan bermaksud meyakinkannya. Akhirnya keluarganya setuju dia kuliah di Bali, orang tuanya membiayai biaya semesterannya dan menyerahkan tanggungan hidup sehari-harinya pada keluarga saya.

Ibu saya tidak bisa menolak waktu itu, padahal kami sendiri juga sedang kesulitan secara ekonomi. Tapi keputusan kami waktu itu tidak pernah kami sesali, sepupu ini akhirnya memberikan warna pada hari-hari kami di rumah. Pembawaannya yang ceria dan mudah beradaptasi telah menyatukan ibu, adik dan saya. Kami yang awalnya sama-sama kesepian, pelan-pelan telah dipenuhi perasaan-perasaan hidup kembali berkat dia. Sesekali kami jengkel pada dia, tapi dia juga yang bisa mengembalikan komunikasi saya dengan ibu dan adik. Dia juga yang waktu itu akhirnya sering menggantikan peran saya menolong ibu.

Bantuan yang kami berikan tidak besar, tapi berkat niat baik sejak awal, ternyata dia sendiri juga telah berperan memberikan support psikologis pada kami sekeluarga.

 

4.      Membuat diri Merasa Berharga

Saya pernah mendengar di satu ceramah, sebenarnya hal-hal yang membuat kita sedih Ketika kehilangan itu bukan sosoknya. Karena kita terlalu bergantung padanya dan khawatir dengan kehidupan kita sendiri setelah ditinggalkannya. Hal tersebut bisa saya amini.

Pasca bapak pergi, saya berusaha mencoba banyak hal. Awalnya memang karena khawatir tentang masa depan yang sangat tidak pasti. Tapi lama-lama perasaan merasa dihargai membuat saya memang lebih percaya diri ketika saya sedang mengusahakan sesuatu. Saya mulanya hanya mengikuti lomba-lomba menulis, hanya menang sekali dua kali tapi cukup bangga. Kemudian juga mulai belajar kemampuan bahasa dan menulis secara serius. Mencoba berbagai pekerjaan yang menjadi minat saya, dan juga mencoba banyak beasiswa. Semuanya tak serta-merta menunjukkan hasil yang bagus, tapi senang saja sudah berjuang untuk diri sendiri dan tak menggantungkan diri pada siapapun lagi.

 

Pada akhirnya semua hal diatas hanya bentuk-bentuk distraksi, hal yang paling menentukan panjang tidaknya masa berkabung adalaha perasaan ikhlas. Seorang bijak pasti akan segera berkomentar, sangat perlu menyadari bahwa hidup ini memang tidak kekal. Menyadari sebuah kehilangan adalah proses yang wajar dan sangat alami sangat penting untuk mengakhiri this grieving period. Tapi kenyataan tidak akan pernah semudah itu.

 

Semoga kita semua mudah mengikhlaskan banyak hal. Saya juga, semoga bisa mengakhiri My Grieving Period tahun ini, segera.


with love,
Happy

Komentar

Postingan Populer