Asan, 31 Tahun Melayani Pos Indonesia
Untuk Mayday kemarin:
Sore itu, Senin, 25 Agustus 2014 suasana Taman Mini Indonesia Indah sudah mulai tampak sepi, tetapi tidak di Museum Perangko. Beberapa orang laki-laki masih tampak hilir mudik mengatur bangku-bangku. Rupanya mereka sedang mempersiapkan sebuah acara untuk merayakan 268 tahun pelayanan pos Indonesia. Seorang satpam yang saya temui di depan gedung museum mengantarkan saya menemui salah seorang petugas kebersihan di museum itu.
Saya diantarkan menemui seorang bapak-bapak berkaos hitam. Ia adalah pak Asan, ia membawa sebuah galon keluar gedung sore itu, ia hendak menemui istrinya yang juga bekerja di Taman mini. Istri pak Asan membuka kios souvenir di Teater Keong Emas. Perkiraan saya terkait usia bapak tiga anak ini ternyata tidak begitu meleset, saya mengira usia bapak ini sekitar setengah abad. Dan ketika saya melakukan wawancara ia lahir tahun 1965, itu berarti usianya 49 tahun.
Pak Asan sudah bekerja di museum perangko sejak tahun 1983. Ia telah mengabdi selama 31 tahun sebagai petugas kebersihan di tempat itu. Saat ini menjabat sebagai ketua regu petugas kebersihan karena paling lama bekerja disana. Sehingga selain melakukan tugasnya sendiri juga mengawasi petugas kebersihan yang lain. Pak Asan mengaku bahwa ia bukan karyawan tetap PT Pos Indonesia, tetapi pegawai outsourcing dari salah satu anak prusahaan PT Pos Indonesia yang dipekerjakan di museum itu.
Selama 31 tahun ini pak Asan sudah berpindah-pindah dari tiga perusahaan outsourcing yang bekerjasama dengan PT Pos Indonesia. Ia mengawali karirnya sebagai petugas kebersihan ketika diajak teman-temanya. Ketika awal bekerja, teman-teman pak Asan berjumlah 11 orang, tetapi kini satu persatu telah meninggalkan pekerjaan itu dan hanya tersis pak Asan. Dulu sebelum bekerja disana, ia bekerja sebagai buruh bangunan mengkuti kakak iparnya yang pemborong.
Mula-mula pak Asan bernaung dibawah PT gerak Catur abadi saat awal bekerja, kemudian perusahaan ini kalah tender dan mengharuskan ia dipindah ke perusahaan outsourcing lainnya yaitu PT Dapensi abadi. Saat ini ia bekerja di bawah kantor filateli meskipun statusnya masih pegawai outsourcing. Museum perangko ini dibawah PT Pos Indonesia. Sebagai bagian dari salah satu area PT Pos, musum perangko taman mini selain memperkerjakan karyawan tetap dan juga memperkerjakan karyawan outsourcing yang diambil dari dua perusahaan yaitu PT Dapennsi abadi an Dapensi Trio Utama. Perbandingan jumlah karyawan tetap dan outsourcing yaitu 60 : 40.
Pak Asan hanyalah sorang lulusan SMP, ia pernah ingin mencoba melamar sebagai karyawan tetap, tetapi tidak bisa karena persyaratan pegawai tetap harus sarjana. Ada beberapa teman-temannya yang sesama pegawai outsourcing juga melamar menjadi karyawan tetap, tetapi tidak diterima juga. Bapak berkumis itu mengaku betah bekerja disana karena pegawai-pegawainya sangat kekeluargaan, sehingga tetap bekerja disana selama 31 tahun. selama bekerja ia telah melalui 12 pergantian kepemimpinan. Selama 31 tahun itu ia tetap konsisten dan tidak mencoba pekerjaan baru sama sekali.
Penghasilan suami dan istri pak Asan kisaran tiga juta rupiah, ia mengaku itu hanya separuh dari gaji karyawan tetap yang bekerja di sana. Untuk hidup di Jakarta, gaji sejumlah tersebut hanyalah pas-pasan. Setiap hari Pak Asan bekerjahingga pukul 16.00 sore, tetapi jika ada acara tertentu keesokan harinya, ia akan pulang pukul 19.00 Tempat tinggalnya cukup dekat dri TMII, hanya berjarak 5 KM dari Taman Mini Indonesia Indah. Pak Asan tinggal di di kelurahan Setu, Cipayung.
Sebagai karyawan yang telah lama bekerja di Museum itu, ia mengaku lebih banyak suka daripada duka. Ia mengatakan dukanya itu saat harus pulang terlambat Yang datang ke museum perangko. Pak Asan memiliki tiga ank, semuanya laki-laki, anak pertama sudah menikah, anak kedua baru lulus SMA dan kini bekerja dan yang ketiga baru kelas enam SD.
Ketika ditanyakan mengenai rencana hidup kedepan, saat ini Pak Asan hanya ingin melakukan segala yang terbaik untuk anak. Meskipun ia hanya lulusan SMP, ia ingin anaknya bisa menempuh pendidikan yang lebih daripada bapak berkumis ini. Anaknya yang pertama sudah menikah, hanya lulusan SMA dan tidak mungkin melanjutkan kuliah lagi, anak keduanya juga lulusan SMA, kini sedang bekerja dan berencana melanjutkan kuliah, sedangkan anak ketiga nya masih duduk di bangku SD.
Suka duka menjadi buruh kontrak, ia tidak terlalu terbuka mengenai hal ini. bapak tiga anak ini mengatakan harus memperbarui kontrak setiap tiga tahun sekali, ini sudah berlangsung sejak enam tahun yang lalu sesuai dengan peraturan yang dibuat kementrian tenaga kerja. Hal-hal lain terkait hak pekerja outsorcing ini berbeda dengan karyawan tetap. Mereka melakukan pekerjaan yang sebanding dengan karyawan biasa tetapi hanya dibayar dengan upah yang lebih rendah dari karyawan tetap, bahkan berbeda hingga 50% nya. Untuk asuransi pekerja outsourcing hanya mendapat jamsostek dan gaji pokok. Untuk asuransi kesehatan Pak Asan dan kawan-kawan pegawai outsourcing lainnyatidak mendapatkan. Dalam perjanjian kontrk kerja memang tertulis ada penggantian obat jika karyawan outsourcing sakit, tetapi hanya sekedarnya dan cukup sulit mengurusnya. Tetapi ia cukup beruntung bekerja di TMII yang notabene menyediakan layanan kesehatan berupa poliklinik, ia bisa berobat gratis disana meskipun hanya akan mendapatkan obat generik. Selain itu hal-hal yang cukup tidak menyenangkan sebagai pegawai outsourcing ia mendapatkan THR hanya 50%. Ia mengatakan ini karena perusahaan outsourcingnya masih dikatakan sebagai perusahaan berkembang. Tetapi teman-temannya yang lain yang bekerja di perusahaan outsourcing yang besar mendapatkan fasilitas-fasilitas yang lebih daripada perusahaan yang memperkerjakannya. Ia memang tidak merasakan dampak yang bisa dirasakan langsung, tetapi temannya yang sama-sama bekerja di Museum perangko mengalami dampak gajinya telat jika perusahaan mereka sedang tidak stabil. Ada batasan umur hingga 50 tahun, meskipun kadang tidak saklek.
Banyak perlakuan berbeda yang dirasakan pak Asan sebagai buruh outsourcing, tetapi bapak bertubuh atletis ini tetap sederhana dan tidak ingin menuntut banyak dari pekerjaannya, ia sudah merasa menjadi bagian keluarga dalam tempat kerjanya saat ini, ia juga mengatakan seperti ini “… kata pak Ustad, kalau pekerjaan yang ikhlas itu adalah ibadah.”
Ps. Judul aslinya Asan, Bekerja dengan Ikhlas. tahun 2014 lalu kutulis saat penugasan dari CIPG, materi tentang penelitian kualitatif
catatan 2 Mei 2016
Komentar
Posting Komentar