Aku ingin Bersamamu Sebanyak 550 Kehidupan

 Bs : Edisi baper yang terpelihara

Belakangan gak konsen kerja gara-gara urusan perasaan yang diurusi sendiri dan keranjingan mencari informasi cara memenuhi syarat-syarat beasiswa

Jadi hari ini teman posting foto pemberkatan pernikahan oleh seorang bikhu. Saya selalu berhasil dibuat baper kalau lihat pemandangan semacam ini. Kenapa, sampai hari ini keinginan saya masih tetap sama apabila suatu saat melangsungkan pemberkatan pernikahan nanti di Vihara. Jaman sosial media memang mudah sekali bikin orang terbawa perasaan *ngeles*

Nah, bukannya turut berbahagia, kalau sudah baper malah iseng berselancar hingga nyangkut ke sebuah situs yang membahas pernikahan dalam agama buddha. Berat kalau sudah begini urusannya.

Kepada jodohku, aku ingin bersamamu sebanyak 550 kehidupan.

Banyak banget 550 kehidupan dengan orang yang sama, gak bosan? Jadi ya secara filosofis dalam keyakinan saya itu, orang-orang yang kita temui ini, baik mereka yang bersikap baik ataupun bersikap buruk dengan kita bukan muncul begitu saja. Kami mengenal kelahiran kembali, itu yang membuat kami berikat-ikatan pada kehidupan-kehidupan berikutnya. Gak percaya? ya itu sih urusan anda.

Diceritakan bahwa, Buddha Gautama/ Sakyamuni yang ajarannya masih ada hingga hari ini sebelum menjadi Buddha pernah menikah dengan seorang putri bernama Yasodhara. Rupanya itu merupakan terakhir kali mereka berpasang-pasangan setelah 550 kehidupan bersama.

Sebelumnya mereka pernah dipertemukan, meskipun bukan berarti selalu menjadi pasangan hidup. Diceritakan 4 Asekheya Kappa dan 100.000 Kappa lalu seorang pertapa bernama Sumedha tiba di sebuah kota Rammavata setelah perjalanan spiritualnya sebagai brahmana. Di kota itu, para penduduknya tengah bergembira bergotong royong untuk memperbaiki dan menghias jalan dalam menyambut kedatangan Buddha Dipankara ke kota mereka. Mengetahui ini, Sumedhà memohon kepada para penduduk untuk diberikan kepadanya sedikit bagian jalan untuk diperbaiki dan dihias olehnya. Para penduduk mengabulkannya dan tanpa menggunakan kekuatan mentalnya, Ia kerjakan bagiannya. Namun, sebelum pekerjaannya selesai, Buddha Dipankarà tiba dengan diiringi 400.000 Arahanta. Oleh karenanya, Ia segera menggelar matras kulit macan dan juga jubahnya di atas tanah yang becek dan berbaring tiarap di atasnya. Ia bermaksud menggunakan dirinya sebagai jembatan agar sang Buddha Dipankara dan para pengikutnya tidak menginjak lumpur saat lewat. Ketika sedang bertiarap demikian, seketika muncul keinginannya untuk menjadi Buddha.

Di tengah keramaian saat itu, terdapat pula seorang brahmana perempuan muda bernama Sumittà yang membawa 8 kuntum bunga teratai yang rencananya akan dipersembahkan kepada Buddha Dipankara. Ketika Sumedha sedang bertiarap secara demikian, Mata Sumittà menatapnya dengan terpesona dan seketika jatuh cinta padanya. Ia kemudian berkata kepada Sumedhà, “Yang mulia petapa, aku berikan padamu 5 kuntum bunga teratai, agar engkau dapat mempersembahkannya sendiri kepada Buddha. Sisa 3 kuntum ini adalah persembahanku kepada Buddha dan semoga, selama waktu yang akan engkau jalani dalam mencapai Kebuddhaan; aku selalu menjadi pendampingmu”.

Sumedhà menerima bunga teratai dari Sumittà dan di tengah-tengah keramaian,Ia persembahkan bunga itu kepada Buddha Dãpankarà yang tengah menghampiri dan berdiri dekat kepalanya yang tengah bertiarap. Sang Buddha Dipankara dengan kekuatan mental-Nya, melihat jauh ke masa depan dan berkata, “Sumedhà, engkau akan menjadi Buddha, bernama Gotama, setelah 4 Asaïkhyeyya dan 100.000 kappa sejak saat ini”. Kemudian, mengamati apa yang sedang terjadi antara Sumedhà dan Sumittà, Sang Buddha Dipankara berkata:

“O, Sumedhà, perempuan ini Sumittà, akan menjadi pendampingmu dalam berbagi hidup, membantumu dengan semangat dan perbuatan yang sama dalam usahamu mencapai Kebuddhaan, ia akan membahagiakanmu dalam setiap pikiran, perkataan, dan perbuatannya. Dalam kelahiranmu yang terakhir, ia juga akan menjadi pendampingmu, kemudian menjadi murid perempuanmu dan menjadi seorang Arahanta”. Sang Buddha Dãpankarà kemudian pergi dengan menginjakkan kaki kanan-Nya di sebelah Sumedhà.

Manis ya, Beberapa waktu lalu juga nonton film Sidharta Gotama saat sebelum menjadi buddha dengan Yasodhara ini yang ceritanya di filmkan oleh seorang sutradara Srilanka. Tentu saja dramatis beda kalau baca-baca kitab atau buku-buku gramedia itu ya, kayak nonton sinetron India di ANTV itulah. Terbawa suasana sih jadinya, enggak terbawa pesan moral dan spiritualnya jadinya.

Tapi, sebenarnya, lawan jenis kelamin yang saling mengikat di dalam agama buddha itu bukan tujuan hidup. Intinya sih kalau sudah berikatan bagaimana kedua orang ini bisa saling mendukung pasangan untuk mencapai tingkat spiritualitas tertinggi dalam kehidupannya. Kalau gak bisa saling mendukung ya gak perlu memaksakan untuk berikatan. Lha kalau sekarang saya pengen 55o kehidupan sama kamu, tentu saja duniawi banget. Lalu, apakah kamu sanggup bersama saya sebanyak 55o kehidupan? jawab ya, jawab, pleasee.

 

Maaf, belakangan blog jadi alay

 Repost note: September 21, 2016

Komentar

Postingan Populer